Jumat, 28 November 2008

DEMONSTRASI

Kata demonstrasi mungkin kata yang mulai jarang popular di tingkatan mahasiswa, ketika ada yang menyebutkan ini banyak dari kawan-kawan yang menghindar dan menjauhi diskusi-diskusi tentang demonstrasi, sebenarnya apa yang membuat kekhawatiran kawan-kawan sehingga kata-kata ini mejadi momok yang menakutkan dan menggganggu, bahkan beberapa dosen juga menganggap demonstrasi adalah sesuatu yang mengganggu, membuat kekacauan, keributan, tidak intelek, dekonstruktif, melecehkan dan lain sebagainya tanggapan mirng tentang demonstrasi. Hari ini mungkin kehidupan sudah semakin baik, kehidupan tidak lagi banyak gejolak, hari ini tidak terlihat lagi banyak orang yang mati di jalan, banyak orang yang hanya makan sekali sehari, bahkan sekali dalam dua hari, semuanya hanya terlihat di televisi bukan dalam keadaan senyatanya.


Hari ini saya hidup dalam dunia mahasiswa, sebuah lingkungan elit kecil yang eksklusif yang masih saja terus mengagung-agungkan nama intelektualitas, atau bahasa kerennya orang pintar dan mempunyai kemampuan lebih. Mahasiswa hari ini dilihat tidak lagi sebagai orang yang berpikir alternatif, segolongan orang yang dapat memberikan solusi-solusi baru yang menyegarkan kepada rakyat, mahasiswa hari ini disibukkan dengan dugem, main BL, mabok-mabokan, maen cewe, maen futsal, proyekan tugas, dan lain sebagainya yang dapat membuat eksistensinya naik di mata kawan-kawan yang lain. Wajar saja mahasiswa hari ini tidak dapat menemukan solusi kongkret atas persoalan di rakyat karena di dalam kampusnya sendiri dia tidak melakukan sesuatu untuk menyelesaikan persolan kongkretnya seperti pemenuhan fasilitas dan prasarana, hak untuk berpendapat, hak untuk berorganisasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang ilmiah, itulah sebabnya mahasiswa hari ini hanya menjadi golongan rakyat yang ada dan tiada, dia bisa disamakan dengan lumpen, yang hanya menghisap persoalan-persoalan di rakyat kemudian di tulis dalam makalah, proyekan atau skripsi dan hasilnya disimpan di dalam lemari, padahal kalau dilihat lebih kedalam rakyatlah yang membiayai mahasiswa terutama mahasiswa universitas negeri terutama dari pajak yang dibayarkan tiap tahunnya.


Kembali lagi ke dalam demonstrasi, hari ini demonstrasi dipahami adalah segolongan orang yang anorganik, bersifat cair yang bertujuan untuk menuntut sesuatu kepada yang ditujunya. Nah ini menjadi persoalan di mahasiswa, kita melihat bahwa demonstrasi bukan cara yang elegan, bukan cara intelektual, bukan caranya mahasiswa lah gampangannya, tetapi cara-cara orang tidak terpelajar, caranya orang yang suka bikin rusuh, cara orang yang suka ngobok-ongobok kampus dsb. Dalam sejarahnya paling dekat peristiwa penggulingan soeharto di mei 98 , mahasiswa banyak yang berdemo bahkan sampai terjadi penembakan berdarah yang menyebabkan beberap kawan tewas. Soeharto turun karena adanya demo dari mahasiswa yang terus menerus, mugkin jika tidak ada yang demo, soeharto baru turun tahun kemarin pas kematian menjemputnya dan rezim yang menggantikannya lebih fasis daripada soeharto, dan mungkin lagi hari ini indonesia sudah tidak ada karena sudah dijual sama soeharto, kita tarik lagi sejarah lebih kebelakang tepatnya sebelum kemerdekaan, bagaimana pejuang patriotik revolusi 45 dengan gigih mengangkat senjata berjuang membebaskan negerinya dari penindasan belanda, mereka pertama kali melakukannya dengan jalan baik2, lalu mereka sudah bosan karena hanya diberi janji-janji saja, pada akhirnya tumpah lah seluruh rakyat ke jaln untuk menentang jepang dalam demonstrasi. Nah untung ya kakek kita dan nenek kita demonstrasi kalo nggak mungkin kita masih menjadi negara bagian belanda atau jepang.


Mahasiswa sekarang banyak dinina-bobokan dengan kahayalan-khayalan palsu, sebut saja kita disibukkan dengan agenda akademik yang semakin padat dan ringkas, lalu tugas yang menumpuk, serta pelajaran yang membosankan karena tidak ilmiah, ini membuat mahasiswa tidak lagi memikirkan persoalan-persoalan kampus, boro-boro mengajak untuk berdemonstrasi memikirkan buat melihat apa ada persoalan di kampus saja kadang mahasiswa tidak bisa menjawabnya.


Satu lagi persoalan tentang bagaimana kawan-kawan mahasiswa melihat demonstrasi, melihat sekarang mahasiswa lebih banyak berkilah, seperti “ngapain kita demo kan sudah ada BEM yang ngurusin gituan”. Lalu ada lagi yang ngomong, “kita punya cara yang lebih elegan, yaitu ngomong secara personal dengan birokrat kampus”, nah persoalan yang pertama adalah mahasiswa sekarang sudah malas membicarakannya dan terkesan masa bodo karena dia menganggap itu bukan urusan dia tetapi urusan lembaga eksekutif kampus, kalo BEMnya bener, kalo BEMnya menghamba sama birokrasi gimana?, kalo BEMnya sendiri ternyata kepanjangan tangan birokrasi gimana dan dia malah melakukan korupsi, apa kita lantas diam saja?, persoalan kedua bahwa dia mempunyai cara yang elegan yaitu dengan damai-damai saja yaitu ngomong secara langsung, saya pribadi mengatakan dengan jelas dan tegas bahwa dia sebenarnya tidak sedang memperjuangkan dirinya sendiri, akan tetapi sok untuk menjadi pahlawan dan meninggalkan kawan-kawan lainnya untuk berjuang bersama, pada akhirnya dia akan terjebak dengan kesombongan dan lupa diri karena merasa bahawa hanya dia saja yang berjuang dan kawan-kawan lain hanya boleh duduk diam dan memperhatikan.


Lalu apa demonstrasi masih relaevan untuk dibicarakan, apa kata ini terlalu basi untuk diperdebatkan, apa kata-kata ini tidak lagi berisi semangat tentang perubahan, tetapi malah berisi dengan makna persuakan, apa demonstrasi menjadi suatu hantu yang menakuatkan di siang hari, sepertinya demonstrasi akan tetap relevan dimana masih banyak ketidakjelasan dalam hidup, dimana masih banyak sesuatu yang disembunyikan oleh penguasa, dimana kawan-kawan hari ini didalam lubuk hati kalian sangat gelisah terhadap persoalan hari ini, dimana ketika kawan-kawan sangat ingin melaksanakannya akan tetapi terbentur dengan ketidaktahuan, demonstrasi akan selalu menjadi api perubahan yang membakar semua ketidakadilan dalam suatu tatanan masyarakat.

Tidak ada komentar: